Minggu, 09 Desember 2007

Tahun Prorakyat dalam Taruhan

Wisnu Nugroho dan Suhartono

Sejumlah janji Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla semasa kampanye Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2004 dipadatkan menjadi rencana dan program kerja sesaat setelah dilantik dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, 20 Oktober 2004. Tiga agenda utama untuk mengubah Indonesia menjadi lebih aman, adil, dan sejahtera dipijak sebagai landasan melangkah. "Bersama Kita Bisa!"

Untuk membuat rakyat Indonesia lebih sejahtera dari masa-masa sebelumnya, kebijakan ekonomi pemerintah dijalankan dengan mengacu pada tiga strategi yang kerap dikumandangkan Presiden pada dua tahun awal pemerintahan, yaitu pro growth (pertumbuhan), pro job (lapangan pekerjaan), dan pro poor (kemiskinan).

Entah kenapa, tiga strategi itu tak lagi kerap disebut di sepanjang tahun 2007. Di awal 2007, alih-alih menyebut tiga strategi itu, Presiden menyebut satu ungkapan baru, yaitu prorakyat yang merupakan rangkuman dari pro job dan pro poor.

Presiden sadar, pertumbuhan yang tinggi tanpa dampak langsung untuk rakyat adalah sia-sia.

"Memang benar, tahun yang kita arungi di waktu lalu adalah tahun yang tidak mudah. Memang benar persoalan itu belum dapat diatasi. Tetapi, tidakkah nyata, atas kerja keras semua pihak, atas dukungan dan kesabaran rakyat, banyak hal sudah dicapai selama ini, seperti di bidang ekonomi, politik, pemerintahan, keamanan, dan peranan internasional? Bidang itu semakin kokoh," ujar Presiden saat pidato awal tahun 2007.

Untuk menciptakan lapangan pekerjaan, selain pertumbuhan industri dalam negeri terus didorong, investasi baru di berbagai bidang, terutama infrastruktur pelabuhan, jalan tol, bandar udara, waduk, dan proyek pembangkit listrik, dipacu agar bergerak lebih cepat.

Dalam upaya mengurangi jumlah rakyat miskin, sejumlah program dikeluarkan dan dilanjutkan, mulai dari bantuan langsung tunai, permodalan usaha kecil dan menengah, bantuan operasional sekolah, serta jaminan Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (Askeskin).

Secara garis besar, rencana besar pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009. RPJM dijadikan acuan semua kepala daerah dalam menyusun program kerjanya.

Pada awalnya manis

Pada awalnya, semua terlihat manis dan menjanjikan. Presiden Yudhoyono sangat optimistis. "Saya melihat peluang dan harapan yang lebih baik di tahun ini (2007) dan Insya Allah di tahun-tahun mendatang," katanya.

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, pemerintah menggelar pertemuan pebisnis internasional yang disebut Infrastructure Summit 2007. Ini adalah pertemuan kedua setelah pertemuan pertama digelar tahun 2005.

Aturan yang selama ini mempersulit pertumbuhan industri dan peluang investasi dipangkas. Ketentuan tentang perburuhan, seperti pesangon dan lainnya, akan direvisi. Badan usaha milik negara (BUMN) yang tidak sehat akan dilikuidasi, selain tetap akan melanjutkan privatisasi.

Bagi puluhan juta rakyat yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan perikanan, pemerintah mencanangkan revitalisasi pertanian dan perikanan di Waduk Jatiluhur. Pencanangan itu ditindaklanjuti dengan target peningkatan produksi gabah setara beras sebanyak dua juta ton hingga akhir 2007.

Program revitalisasi ini ditopang pemerintah dengan pembagian bibit dan benih unggulan secara gratis kepada petani dan peternak. Nilai anggaran APBN untuk program ini adalah Rp 1 triliun. Guna mempercepat swasembada gula, pemerintah juga melakukan revitalisasi pabrik-pabrik gula.

Menghadapi terus naiknya harga minyak mentah dunia, pemerintah mendorong pengembangan energi alternatif seperti biofuel sebagai pengganti energi berbahan baku fosil. Pemerintah juga bertekad mengganti minyak tanah dengan gas elpiji dalam program konversi minyak tanah. Pemerintah juga mempunyai program baru, meningkatkan produksi minyak mentah di atas 1,043 juta kiloliter per tahun dari sebelumnya di bawah satu juta kiloliter.

Belum terasa

Hampir semua program tersebut, dalam pelaksanaan teknisnya diserahkan kepada Wapres Kalla, dengan monitoring Presiden Yudhoyono. Namun, kemajuan dan capaian seperti yang diharapkan, setidaknya dalam satu tahun ini, belum terasa.

Pertemuan infrastruktur kedua telah berakhir, tetapi proyek infrastruktur berjalan tertatih-tatih. Persoalan tanah, modal, aturan, dan birokrasi menjadi penyebabnya. Pembangunan jalan tol terhalang pembebasan lahan di tengah kemudahan investasi dan akses modal.

Pembangunan bandar udara, pelabuhan, dan pembangkit listrik membentur tembok pendanaan. Untuk menggerakkannya, pemerintah mengeluarkan jaminan pertanggungan oleh APBN yang tidak lain dari uang rakyat, selain skema yang sangat menguntungkan para investor.

Semua rencana dan hambatan yang menghadang telah dicoba diatasi dengan berbagai kebijakan. Untuk mengatasi hambatan birokrasi, Presiden Yudhoyono dan Wapres Kalla langsung turun tangan.

Hambatan birokrasi

Mulai awal 2007, Presiden dan Wapres bergantian dan seperti berlomba-lomba memimpin rapat di belasan departemen teknis dan berbagai instansi.

Meski demikian, hasil kerja dan capaian setiap departemen dirasakan belum memuaskan. "Kadang kala, saya harus memimpin langsung dulu sebelum saya lepaskan kepada mereka dan meminta perkembangannya," ujar Wapres akhir Oktober lalu.

Karena geregetan dengan kerja birokrat, untuk program konversi minyak tanah ke gas, misalnya, hampir setiap minggu digelar rapat di Istana Wapres. Tidak cukup memberi instruksi kepada para menteri, Wapres sampai mengontrol langsung ke pabrik pembuatan kompor, pasokan, dan distribusinya.

Meskipun dipantau dan diarahkan, program pengadaan tabung gas sempat meleset dari sasaran dan menimbulkan kebingungan dan pro kontra, setelah munculnya impor tabung.

Dalam soal penyaluran benih pertanian, Wapres juga mengeluh. "Sudah dibuatkan kerja sama tiga lembaga (BPKP, Kejaksaaan Agung, dan Kepolisian Negara RI) agar penunjukan langsung bibit dan benih gratis untuk menopang dua juta produksi beras dilakukan, sampai sekarang tak lebih dari 50 persen pelaksanaannya," ujarnya.

Untuk jaminan kesehatan penduduk miskin yang angkanya mencapai 37,1 juta jiwa, pemerintah mewujudkan program Askeskin yang merupakan kelanjutan rancangan program pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Askeskin diberikan bukan hanya untuk 37,1 juta jiwa yang benar-benar miskin, tetapi juga rakyat setengah miskin dan kurang mampu. Karena itu, angkanya mencapai 76,4 juta jiwa. Meski sudah rinci dan tegas kebijakannya, dalam pelaksanaan di Departemen Kesehatan, program itu belum berjalan mulus.

Laporan Bappenas memang menyebutkan, selain masih digunakan untuk sebagian belanja barang, sosialisasi untuk Askeskin dianggap kurang. Tahun anggaran berjalan 2007 ini Departemen Kesehatan malah minta tambahan anggaran Rp 1,3 triliun. Namun, yang dipenuhi hanya sekitar Rp 700 miliar. Padahal, total alokasi pemerintah untuk program ini cukup besar, sekitar Rp 3,5 triliun.

Birokrasi berikut aparatnya memang menjadi sumber persoalan untuk pelaksanaan program prorakyat yang dicanangkan dan ingin dituai pemerintah. Aparat yang sebelumnya bebas melakukan apa saja, termasuk kemungkinan menyelewengkan uang negara, sekarang seperti tak berani berkutik. Ketakutan dituding korupsi selalu dijadikan alasan untuk melepas tanggung jawab.

Wapres Kalla pun sempat mengancam aparat birokrasi yang tidak berani berbuat apa-apa sehingga membuat anggaran negara untuk kepentingan rakyat tak terserap. Hingga akhir Oktober 2007, penyerapan APBN untuk pembangunan hanya 30,7 persen atau Rp 20,9 triliun dari total anggaran Rp 68,1 triliun.

Kenyataan tidak jauh berbeda juga terjadi di daerah. Jumlah serapan setiap APBD berkisar di angka 30 persen saja.

Dengan tidak digunakannya anggaran negara yang sudah ada untuk pembangunan, bisa dibayangkan bagaimana pelaksanaan program prorakyat yang sudah dicanangkan sejak awal tahun 2007.

Kini waktu makin sempit karena akhir masa jabatan tinggal dalam hitungan bulan. Upaya menggenjot dan mencetak daftar kata "telah" banyak terlewatkan. Hampir 70 persen rakyat yang mendapat dukungan anggaran pembangunan tidak tersapa dan diperjuangkan.

Dua puluh bulan mendatang, rakyat sudah akan menimbang dan mengambil keputusan di hari penghakiman.

Tidak ada komentar: